Sudahlah.

Aku tidak ingin bicara, walau sudah jelas aku ingin mengatakan padanya. Tak usah lah. Lagipula, siapa aku? Aku hanya bumi yang mendambakan langit yang tinggi sekali. Yang sampai waktu ini belum mampu meraihnya. Getir sekali ketika menyadari bahwa hal ini mustahil terjadi.
Langit itu... maksudku seseorang itu... bukan orang biasa... Ia istimewa. Tentu saja orang lain pun memandangnya begitu. Ia muda, cerdas, aktif, dan ramah pada setiap orang. Ramahnya membuat aku hampir salah sangka menilai perhatiannya. Ia memang begitu... ramah pada setiap orang apalagi wanita. Jadi sudah jelas bahwa sikapnya kepadaku sejatinya sama dengan sikapnya terhadap orang lain.
Aku malu ketika berhadapan dengannya. Aku pun grogi ketika berbincang dengannya.    Mulutku kaku begitu ia memanggil namaku. Tidak bisa dijelaskan bagaimana perasaanku ketika berbincang dengannya. Hatiku begitu bahagia. Tapi aku kembali sadar akan suatu hal. Aku dan Ia berbeda...
Sudah menjadi resiko bagiku bahwa ketika aku mulai menaruh perasaan padanya, akan banyak pula resiko yang kutanggung. Termasuk resiko patah hati yang selama ini aku dapatkan. Setidaknya sudah 3 kali aku patah hati karenanya. Lalu aku sadar bahwa aku bukan siapa-siapanya.
Seorang gadis jelek berkacamata yang setiap berbicara tidak pernah terdengar. Yang hidup dalam keluarga biasa tanpa ada sosok laki-laki dalam hidupnya. Begitu rumit permasalahannya. Dan tentu saja, pesimis akan urusan cinta.
Sudahlah... aku pasrah pada-Nya. Jika memang ia jodohku... aku mohon dekatkan aku dengannya. Jika ia bukan jodohku... tolong hapuskan perasaan ini selamanya.
*Ditulis dengan perasaan baper yang berlebihan

Comments

Popular posts from this blog

All about donor darah

Being A Nursing Student

The meaning of being adult