Syukur
![]() |
source : http://penyebabpenyakit.net/ |
"Terakhir kali periksa kapan, Mbak?"
"Dua tahun yang lalu."
Kira kira begitulah percakapanku dengan seorang perawat di RS Mata dr. Yap. Jika dipikir-pikir lama juga ya tidak periksa mata. Apa karena selama dua tahun itu aku benar-benar nggak sempat periksa. Sepertinya tidak, waktuku cukup luang jika hanya sekadar periksa. Alasan utamanya karena periksa mata bukan menjadi prioritas utamaku selama dua tahun yang lalu. Alhamduillah, kemarin ada kesempatan untuk memeriksakan mataku kembali bersama adik keduaku.
As a result, mataku terabaikan. Kabar buruk terdengar ketika menjalani pemeriksaan minus mata. Seperti biasa, seorang perawat akan mengetes sejauh dan sejelas apa mataku bisa membaca huruf dan angka. Setelah berkali-kali mengganti lensa dan pusing menyebutkan angka dan huruf yang letaknya sekitar enam meter didepanku, perawat itu akhirnya memutuskan untuk menyudahi tes ini. Perawat itu akhirya mengatakan bahwa selama ini yang dominan melihat adalah mata kiriku. Mata kanan hanya sebagai penyeimbang. Dua tahun yang lalu mata kiri -8. Sekarang naik menjadi -8,25. Sedangkan mata kananku tidak diketahui berapa minus aslinya, yang jelas sampai minus 11 mata kananku belum dapat melihat jelas :( Keduanya juga mengalami silindris 3.
Dalam hati, aku berkali-kali mengeluh dan mengumpat kepada mataku. Kenapa aku tidak bisa seperti orang lain yang bisa beraktivitas tanpa menggunakan kaca mata. Aku lelah selama 11 tahun selalu menggunakan alat bantu ini. Kenapa minusku sebanyak ini, padahal tidak seorang pun dari orang tuaku yang memakai kaca mata. Astaga, kenapa . . .
Dan perasaan itu seketika pudar saat mengetahui minus adikku. Bayangkan, adikku masih kelas 4 SD harus menerima kenyataan bahwa minusnya sama dengan kakaknya. Dokter bilang, mata kami minus akibat turunan gen. Aku masih belum bisa terima, bagaimana mungkin . . . Mama dan Bapak tidak minus sedikitpun. Mereka bisa membaca, menyetir mobil, mengemudikan motor tanpa kacamata. Turunan gen darimana?
Dokter juga sempat menyarankan untuk operasi lasik, Tentu saja aku tertarik, operasi itu sudah menjadi cita-citaku sejak kecil. Hanya saja, usiaku belum cukup. Harus 18 tahun. Biayanya pun belasan juta rupiah, Hmmm , , , Aku tidak mungkin merepotkan Mamaku terus. Aku harus berpikir ulang.
Aku sadar, aku kurang bersyukur terhadap apa yang telah Allah berikan. Aku lalai bahwa bersama kesulitan ada kemudahan. Aku seharusnya bisa membayangkan betapa sulitnya orang orang yang bahkan sama sekali tidak bisa melihat. Setidaknya Mama masih mampu membelikan kaca mata. Berkat kaca mata juga orang-orang lebih mudah mengenalku. Semoga cerita ini bisa menjadi pembelajaran mengenai arti bersyukur. Jangan lupa, sayangi mata kalian :)
Alhamdulillah :)
ReplyDelete