Lomba


Jika hidup adalah sebuah perlombaan maka siapakah jawaranya?
Pikiran ini melayang tanpa kendali menuju pada pertanyaan itu. Sebuah pertanyaan yang bagiku seperti bumerang. Ku lontarkan dan ia kembali ke pertanyaan itu sendiri. Terpikirkan dan sekaligus terjawab dengan jelas. Abstrak memang, tapi itulah yang terjadi padaku. 

Mungkin dirimu juga tengah berada dalam posisi sepertiku dimana hari-hari menjadi seperti sebuah arena kompetisi. Seakan tiap bangun dirimu mesti mengalahkan orang lain, padahal sejatinya tiada yang harus dikalahkan. Dirimu merasa terintimidasi oleh hadirnya seseorang yang bahkan mungkin tidak sama sekali ia berniat buruk padamu. Dirimu juga merasa jauh tertinggal oleh kebanyakan orang padahal nyatanya mereka dekat.

Diriku merasakannya akhir-akhir ini. Melihat kawanku yang menang sebuah kompetisi ilmiah, diriku serasa jauh tertinggal. Melihat kawanku yang sudah menyelesaikan skripsi, diriku seperti dikejar oleh waktu. Melihat kawanku yang memperoleh project baru, diriku seperti terusir dari dunia ini. Melihat update social media mereka, diriku serasa terasingkan. and anything else... 

Is it normal? Well, in some context, it commonly happen in human. But in another context it can be abnormal-an indicator of unhealthy condition.

Semakin hari hal ini kian memburuk. Perasaan iritable, mudah emosi, dan cemas menguasai suasana hati. Mereka beradu, membuat diri ini terpaku seolah ingin mengumpat pada takdir. Melontarkan kalimat dengan awal kata "Kenapa..."

Hal ini sejatinya sudah terjadi sejak dahulu, datang seperti sebuah siklus yang pasti perputarannya. Diriku menganggap hal ini sebagai sebuah serangan yang dapat muncul secara tiba-tiba. Bak penyakit serangan jantung, perasaan yang muncul itu didahului oleh berbagai fakto risiko. Faktor-faktor seperti terlalu kakunya kepala kita untuk menengok kebawah, terlalu tingginya ambisi, dan tentunya apalagi kalau bukan terlalu minimnya rasa syukur. 

Kembali lagi ke pertanyaan awal, siapakah juara dalam perlombaan ini? Seperti setiap serangan itu datang, diriku menjawab, jawaranya adalah siapa yang bisa menerima. Menerima dengan lapang dada bahwa apa telah dilaluinya adalah sebuah pencapaian berharga. Bagi yang memang menang tidak tenggelam dalam euforia yang berlebihan. Bagi yang belum menang tidak hanyut oleh kesedihan. Menerima bahwa hidup bukan atas pertanyaan "kenapa", namun yang utama "bagaimana". Bagaimana memaknai sebuah perlombaan kehidupan ini dengan lapang dada, dan percaya bahwa rencana-Nya adalah yang terbaik. 

-din




Comments

Popular posts from this blog

All about donor darah

Being A Nursing Student

The meaning of being adult