Mengingat 2020
Di awal tahun, aku menyusun 20 hal yang ingin aku raih di 2020. Tentang hal akademik, kehidupan pertemanan, keluarga, skill personal, sampai spiritual. Aku menulis 20 goals itu dalam tabletku dan kupasang di main home screen, tentu saja agar membuatku selalu ingat apa yang ingin kuraih. Saat itu aku cukup percaya diri bisa menyelesaikan itu semua, hingga yang terjadi...
Dua bulan pertama, masih on track... aku sedang excited-excitednya melakukan pengambilan data untuk skripsiku. Alhamdulillah pengambilan data bisa selesai di awal Februari. Kegiatan pun berjalan seperti biasa, hingga di akhir bulan,.. dunia berubah 180 derajat. Pandemi yang tak berkesudahan ini pun terjadi, membuat kehidupan seluruh umat manusia "tidak seperti biasanya". Kehidupanku yang sering kuhabiskan di luar rumah dan bertemu banyak orang pun berganti menjadi kehidupan seorang anak rumahan yang bagai dipaksa tidak boleh keluar rumah. Hari-hari kuhabiskan dengan learn from home, work from home, discussion from home dan berbagai kegiatan yang mungkin sama juga dengan yang kalian lakukan. Sebagai orang ekstrovert, aku benar-benar mengalami kebosanan parah setelah sebulan pandemi.
Di bulan April, umat muslim mulai menjalankan ibadah puasa. Masih karena pandemi, tentu kegiatan seperti sholat tarawih, buka puasa bareng, bagi-bagi ifthar, dan kajian offline dikurangi bahkan ditiadakan. Semua berganti secara virtual. Tapi jujur di tahun ini aku merasa benar benar bisa menjalani ibadah puasa dengan lebih mindful. Saat Ramadhan pun aku merasa bonding dengan keluarga (adik-adikku) terasa lebih ngena.
Beruntungnya lagi, di bulan Mei ada kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) meskipun dilaksanakan online. Tema KKN adalah terkait pandemi. Sebagai anak Jogja, kegiatan KKN yang aku rasakan tidak sepenuhnya di depan layar. Aku dan teman teman tetap perlu menjalankan program secara luring. Saat KKN inilah aku bisa setidaknya keluar rumah dan bertemu dengan manusia. Kegiatan KKN kemarin cukup seru, aku jadi punya teman baru, bisa menjelajahi perkampungan kota dengan masyarakat yang welcome dan tentunya bisa melakukan edukasi tentang COVID-19... yaaa walaupun rasanya begitulah, pasti ada hal-hal nyebelin yang tidak bisa dihindari.
Selanjutnya tiba di bulan Juni dan Juli... huft.... dua bulan ini adalah bulan yang kelabu bagiku. Aku menyadari bahwa pengerjaan skripsiku salah strategi dan aku seperti sudah membuang-buang waktu. Aku pun tidak bisa lulus sarjana tepat waktu (extend 1 bulan). Hidupku terasa berat saat itu, stressor ini sukses membuatku menjadi orang yang irritable, sensitif, pesimis dan sudah tidak terhitung berapa kali aku menangis.
Maha Baik Allah, setelah hari-hari kelabu itu, aku masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini, Betapa bersyukurnya aku dibimbing oleh dosen-dosen yang keren dan baik sekali. Hingga akhirnya aku pun bisa sidang di hari terakhir deadline sidang agar bisa yudisium Agustus. Ohiya, menariknya lagi dibulan Agustus ini juga, tanpa diduga aku akhirnya bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaanku sejak hampir sepuluh tahun silam. Tentu perasaanku bahagia setengah mati.
Pasca dinyatakan lulus, niatnya aku ingin menyiapkan diri untuk mengikuti program profesi yang akan dilaksanakan di bulan September akhir, namun tiba satu hal yang kutunggu-tunggu sejak di tahun kedua sebagai mahasiswa dan ini tentu membuatku merubah fokus. Aku mendaftar program exchange dan mempersiapkannya semaksimal mungkin. Berbekal informasi yang kucari dari website universitas tujuan, tips dari awardee sebelumnya, serta bantuan dari teman-teman, alhamdulillah aku menjadi salah satu calon delegasi. Sembari menunggu keberangkatan, kehidupan pun berjalan lancar menyenangkan.
Awal Oktober, statusku berubah dari yang tadinya mahasiswa pre-klinik menjadi mahasiswa klinik. Kehidupan mahasiswa pendidikan profesi benar-benar "tidak seperti biasanya". Jadwal praktik dan tugas yang menumpuk benar-benar menguras energi dan pikiran. Aku membutuhkan waktu setidaknya dua minggu untuk benar-benar bisa beradaptasi. Dari proses ini, aku mulai bisa merasakan bagaimana kehidupan perawat klinis.
November... ah entahlah... rasanya aku tidak ingin membahas bulan ini... Sebenarnya, saat itu aku sedang praktik stase keperawatan jiwa, I did really enjoy the clinical rotation process, sambil menyiapkan berkas-berkas kelengkapan exchange. Berbagai persiapan berkas exchange mulai aku urus bersama patnerku sambil berkoordinasi dengan univ tujuan, mulai dari mengisi form online, mengurus translasi dokumen, hingga melakukan beberapa imunisasi. Saat persiapan hampir beres, kabar buruk datang, dan jiwaku pun terguncang (okey, ini memang berlebihan). Aku menerima email dari pihak univ yang isinya exchange dibatalkan karena pandemi. Seketika itu hidupku seperti berhenti. Aku marah, sedih, dan seperti kehilangan semangat hidup. Proses healingnya kuakui cukup berat, namun aku beruntung dikelilingi orang-orang yang sangat care, yang telah membantuku untuk mengikhlaskan gagalnya exchange ini.
Di bulan Desember, alhamdulillah aku bisa sepenuhnya ikhas akan kegagalan kemarin dengan mencoba skill baru. Skill ini menjadi salah satu hal yang ku tulis saat di awal tahun. Selebihnya, bulan ini kuhabiskan dengan menjalani tahap profesi yang jujur semakin sulit. Tapi tak apa... memang sewajarnya seperti itu. Terakhir, tahun 2020 memang "tidak seperti biasanya", di malam pergantian tahun aku harus jaga malam hingga pukul 22.00 WIB. Sepulang praktik, aku pulang sambil terguyur hujan dan tubuhku sudah tidak bisa berkompromi dan akhirnya tertidur pulas.
Begitulah 2020... tahun yang spesial dengan segala naik turunnya. Meskipun aku belum bisa menyelesaikan 20 goals yang kurencanakan, tentu peristiwa yang telah terjadi kemarin berkat apa yang sudah direncanakan Sang Pencipta. Aku sangat bersyukur atas segala kesempatan dan pelajaran selama tahun 2020...
and the last... Happy New Year!!!
Comments
Post a Comment