Refleksi Si Gadis BM

Selalu menyenangkan rasanya ketika kita mendapatkan sesuatu yang memang kita dambakan. Manusiawi sekali jika sebagai seorang individu punya banyak keinginan. Aku mendambakan sekolah favorit, aku ingin pergi ke tempat ini, aku pengen bekerja di sini, hingga aku maunya menikah dengan si ini, dan jutaan keinginan lainnya yang tentu saja tidak akan ada habisnya. Manusia itu luar biasa ya... tubuhnya cuma satu tapi banyak sekali mau di kepalanya. Yaaa... termasuk orang yang menulis postingan ini sih haha... 

Jujur, sejak kecil bisa dibilang aku ini adalah anak yang cukup beruntung. Apapun yang aku cita citakan sebagian besar bisa aku raih. Aku pengen sekolah di sekolah X, alhamdulillah masuk, aku pengen barang ini, alhamdulillah dapet, aku pengen pergi ke tempat ini, alhamdulillah diberi kesempatan. Begitu banyak nikmat yang sungguh telah membuatku terlena. Dasar tidak tahu dirinya aku, semua hal ini tanpa sadar membentukku menjadi pribadi yang angkuh. Sombong dengan diri sendiri karena yakin bahwa apa yang aku inginkan pasti bisa aku wujudkan. Seolah semuanya adalah hasil kerja kerasku. Semua aku raih dari apa yang sudah aku upayakan sehingga si gadis kecil yang dulunya lahir karena sebuah keajaiban ini menjadi pribadi yang ambisius, keras, dan egois. 

Aku ingin sedikit membahas soal karakter ambisius sebelum kamu protes dengan pernyataanku yang seolah menilai ambisius sebagai sesuatu yang tidak baik. Di jaman yang serba cepat begini bagi sebagian besar masyarakat modern memang karakter ambisius sangat diagung-agungkan. Mayoritas anak muda yang seumuran denganku sedang berlomba-lomba menunjukkan betapa ambisiusnya mereka dan menunjukkan pencapaian apa yang sudah ia raih. Ini tidak salah. Jika kamu menganggap ambis adalah sesuatu yang baik, sok atuh dilanjutkan. Tapi dari sudut pandangku, ambisius adalah sebuah awal dari sebuah petaka. Ia adalah sesuatu yang diam-diam seperti pisau bermata dua yang bisa perlahan melukaiku, bahkan membunuhku. Setuju monggo, tidak juga nggak apa-apa. 

Oke lanjut... Si gadis dengan jutaan keinginan ini akhirnya ditegur oleh Yang Maha Pengatur bahwa sejatinya apa yang ia inginkan bisa didapat atas izin-Nya. Sebenarnya sudah banyak teguran yang aku dapat di hampir 22 tahun kehidupan ini tapi tidak aku gubris secara mendalam. Puncaknya adalah dalam kurun waktu 1 tahun terakhir ketika aku secara bertubi-tubi tidak mendapatkan hal yang aku rencanakan. Sebuah tamparan keras yang penuh refleksi dan sarat akan makna. Dimulai dari skripsi yang tidak bisa selesai tepat waktu, gagal berangkat exchange ke Swedia 2 kali karena pandemi, hingga gagal masuk stase peminatan yang aku inginkan. Tiga hal itu sejauh ini sudah cukup membuatku butuh berpikir ulang dengan yang namanya keinginan. Ironis ya haha...

Pada akhirnya, sejak saat itu aku memutuskan untuk tidak banyak berkeinginan. Aku kesampingkan semua cita-cita muluk yang pernah aku rencanakan. Semua tidak harus sesuai dengan yang aku inginkan, tapi tentu... akan menyenangkan jika sesuai. Dari situ, ada satu hal yang tersisa dari ribuan keinginanku. Aku pengen apapun yang aku lakukan membawa berkah, cukup itu. Aku juga mulai tidak mengharuskan segala sesuatunya terjadi seperti yang aku inginkan. Apa yang akan terjadi, terjadilah. Aku tidak peduli apakah hal yang akan aku lakukan cukup prestige, benefit, ataupun berdampak pada kehidupan manusia atau tidak. Semuanya aku pasrahkan ke Yang Maha Pengatur. Tugasku adalah menjalaninya dengan sabar dan ikhtiar. Aku capek dengan diriku sendiri yang sungguh banyak menuntut ini dan itu. Enough is enough. 

Mungkin apa yang aku tuliskan tadi terdengar pesimis. Seperti orang yang sedang depresi kamu, Din. Biarin. Setidaknya aku cukup nyaman menjalani hidup yang penuh dengan berserah ini. Hidup menjadi lebih ringan dan aku nggak terlalu pusing jika keinginanku tidak tercapai. Prinsipnya adalah when you get what you want, that's Allah's direction, when you don't get what you want, that's Allah's protection.  Doaku saat ini salah satunya adalah agar aku tidak terperdaya oleh keinginanku. Untuk apa sih banyak mau kalau ternyata Allah tidak meridhoinya.  

Comments

Popular posts from this blog

All about donor darah

Being A Nursing Student

The meaning of being adult